Belajarsecara kreatif di SBI dipandang bukan untuk diajarkan oleh guru tetapi untuk dikembangkan oleh siswa. Siswa ditempatkan sebagai titik pusat pembelajaran . Tantangan dan harapan bagi guru dan stake-holder RELATED PAPERS. Rangkuman Strategi Pengelolaan Pembelajaran untuk PGSD20200623 32426 12nx713. by Andri Rusdianto.
BANJARMASIN(Waspada): Bagi Ni Nyoman Gayanti Puspa Wardani dan Albi Tamim Fardiyansah, guru adalah orang tua, pembimbing dan teladan selama berada di sekolah. Kepada guru, mereka dapat bertanya, menimba ilmu
Danuntuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Inkuiri Setiap model pembelajaran biasanya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, begitu juga dengan model pembelajaran inkuiri.
Siswadiartikan segalanya, yang meneladani, menyemangati dan juga mendorong. Maka Pendidikan adalah seluruh daya upaya yang dikerahkan secara terpadu untuk tujuan memerdekaan aspek lahir dan batin siswa. Pengajaran dalam pendidikan dimaknai sebagai upaya membebaskan siswa dari ketidaktahuan serta sikap iri, dengki dan egois.
Vay Tiền Nhanh Ggads. Guru Berkomunikasi dengan Kelas. ColorBlind Images/ Bank Gambar/ Getty Images Banyak guru gagal memberi tahu siswa dengan tepat apa yang mereka harapkan dari mereka. Salah satu kunci untuk membuat siswa berhasil adalah menjadi benar-benar transparan dengan mereka tentang harapan Anda . Namun, tidak cukup hanya menyatakan harapan Anda di awal tahun ajaran. Berikut adalah 10 cara Anda dapat berkomunikasi dan memperkuat harapan Anda kepada siswa setiap hari. Pasang Harapan di Sekitar Ruangan Sejak hari pertama kelas, harapan untuk keberhasilan akademis dan sosial harus terlihat oleh publik. Sementara banyak guru memposting aturan kelas mereka untuk dilihat semua orang, itu juga merupakan ide bagus untuk memposting harapan Anda. Anda dapat melakukannya melalui poster yang Anda buat mirip dengan yang mungkin Anda gunakan untuk aturan kelas, atau Anda dapat memilih poster dengan kutipan inspirasional —kata-kata yang memperkuat harapan Anda seperti "Pencapaian tinggi selalu terjadi dalam kerangka harapan yang tinggi." Mintalah Siswa Menandatangani "Kontrak Prestasi" Kontrak prestasi adalah kesepakatan antara guru dan siswa. Kontrak tersebut menguraikan harapan khusus untuk siswa tetapi juga mencakup apa yang dapat diharapkan siswa dari Anda seiring berjalannya tahun. Meluangkan waktu untuk membaca kontrak dengan siswa dapat mengatur nada yang produktif. Siswa harus menandatangani kontrak, dan Anda juga harus menandatangani kontrak secara terbuka. Jika mau, Anda juga dapat mengirim kontrak ke rumah untuk mendapatkan tanda tangan orang tua untuk memastikan bahwa orang tua diberi tahu. Kenali Siswa Anda Hubungan guru-murid yang positif dapat menginspirasi siswa untuk belajar dan berprestasi. Pada awal tahun ajaran Pelajari nama siswa pada akhir minggu pertama. Terhubung dengan keluarga. Bagikan tujuan akademik dan sosial untuk tahun ini. Jika Anda mengizinkan siswa untuk melihat Anda sebagai orang yang nyata dan Anda terhubung dengan mereka dan kebutuhan mereka, Anda akan menemukan bahwa banyak yang akan mencapai hanya untuk menyenangkan Anda. Bertanggung jawab Sangat sedikit yang bisa terjadi jika Anda memiliki manajemen kelas yang buruk . Guru yang membiarkan siswa mengganggu kelas biasanya akan melihat situasi kelas mereka dengan cepat memburuk. Sejak awal, jelaskan bahwa Anda adalah pemimpin kelas. Perangkap lain bagi banyak guru adalah mencoba berteman dengan siswa mereka. Meskipun bersahabat dengan siswa Anda adalah hal yang baik, menjadi seorang teman dapat menimbulkan masalah dengan disiplin dan etika. Agar siswa memenuhi harapan Anda, mereka perlu tahu bahwa Anda adalah otoritas di kelas. Tapi Beri Mereka Ruang untuk Belajar Siswa membutuhkan kesempatan untuk menunjukkan apa yang telah mereka ketahui dan dapat mereka lakukan. Sebelum melakukan pelajaran, periksa pengetahuan sebelumnya. Bahkan ketika siswa mengalami ketidaknyamanan karena tidak tahu, mereka belajar bagaimana mengatasi suatu masalah. Hal ini penting karena siswa perlu menjadi lebih baik dalam pemecahan masalah sehingga mereka akan memiliki kesempatan untuk mengalami kepuasan pribadi dalam menemukan solusi. Jangan langsung masuk dan membantu siswa yang kesulitan hanya dengan memberikan jawaban atas pertanyaan mereka; sebaliknya, bimbing mereka untuk menemukan jawaban bagi diri mereka sendiri. Jadilah Jelas dalam Arah Anda Sangat sulit, jika bukan tidak mungkin, bagi siswa untuk mengetahui harapan Anda tentang perilaku, tugas, dan tes jika Anda tidak mengungkapkannya dengan jelas sejak awal. Jaga agar petunjuk tetap singkat dan sederhana. Jangan jatuh dalam kebiasaan mengulangi instruksi; sekali harus cukup. Siswa dapat memahami apa yang perlu mereka pelajari dan lakukan untuk menjadi sukses jika Anda menjelaskan secara singkat, dan to the point, apa yang Anda harapkan untuk setiap tugas. Buat Dialog Tertulis Alat yang hebat untuk memastikan bahwa siswa merasa terhubung dan diberdayakan adalah dengan membuat alat dialog tertulis. Anda dapat memiliki tugas berkala untuk diselesaikan siswa atau jurnal bolak-balik yang berkelanjutan . Tujuan dari jenis komunikasi ini adalah agar siswa menulis tentang apa yang mereka rasakan di kelas Anda. Anda dapat menggunakan komentar mereka—dan komentar Anda sendiri—untuk membimbing mereka sambil memperkuat ekspektasi Anda. Memiliki Sikap Positif Pastikan bahwa Anda tidak memendam bias tertentu terhadap pembelajaran siswa . Kembangkan mindset berkembang dengan membantu siswa Anda percaya bahwa mereka dapat mengembangkan, dan bahkan meningkatkan, kemampuan paling dasar mereka. Berikan umpan balik positif dengan menggunakan frasa termasuk "Tunjukkan lebih banyak." "Bagaimana Anda melakukannya?" "Bagaimana kamu mengetahuinya?" "Sepertinya butuh banyak usaha." "Berapa banyak cara Anda mencobanya sebelum hasilnya seperti yang Anda inginkan?" "Apa yang kamu rencanakan selanjutnya?" Mengembangkan mindset berkembang dengan siswa menciptakan cinta belajar dan ketahanan. Bahasa Anda harus mendukung siswa dan membantu mereka percaya bahwa mereka dapat dan akan belajar. Dukung Siswa Anda Jadilah pemandu sorak bagi siswa Anda, beri tahu mereka sesering mungkin bahwa Anda tahu mereka bisa berhasil. Gunakan penguatan positif kapan pun Anda bisa dengan menarik minat mereka. Pelajari apa yang mereka suka lakukan di luar sekolah dan beri mereka kesempatan untuk berbagi minat ini. Biarkan mereka tahu bahwa Anda percaya pada mereka dan kemampuan mereka. Izinkan Revisi Ketika siswa melakukan pekerjaan yang buruk pada suatu tugas, beri mereka kesempatan kedua. Biarkan mereka merevisi pekerjaan mereka untuk mendapatkan kredit tambahan . Kesempatan kedua memungkinkan siswa untuk menunjukkan bagaimana keterampilan mereka telah meningkat. Revisi mempromosikan penguasaan pembelajaran. Dalam merevisi pekerjaan mereka, siswa mungkin merasa seolah-olah mereka memiliki kontrol lebih. Anda dapat memberi mereka bantuan tambahan—mengingatkan siswa tentang harapan Anda terhadap tugas atau proyek—dalam perjalanan mereka mencapai tujuan yang telah Anda tetapkan untuk mereka. Tonton Sekarang Aturan Kelas yang Bermanfaat
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Artikel ini masih berhubungan dengan artikel saya sebelumnya Tapi kalau artikel sebelumnya mengambil latar di kelas X, artikel berikut berlatar di kelas XI, SMA yang sama. Skenario juga hampir sama. Ini juga hari pertama 12 Juli 2012 saya masuk di kelas saya memberikan pertanyaan seperti yang saya ajukan kepada siswa kelas X, yaitu 1 Tuliskanlah apa yang kamu pikirkan tentang matematika! 2 Apa yang kamu harapkan dari seorang guru matematika?Jawaban siswa itu saya kumpulkan. Tak sempat dibaca di sekolah semuanya. Di rumah saya lanjutkan. Antara tergugah, merasa geli dan tersindir itulah kesan pertama yang saya tangkap. Alangkah berterimakasihnya saya membaca pendapat-pandapat generasi tumpuan harapan ini. Sangat menarik perhatian. Saya mendapati nasihat-nasihat’ actual dari siswa ini. Dan saya rasa sangat Nasihat dan Harapan yang Mengena ituSebelumnya saya tak mengira bahwa akan banyak siswa ini menjawab pertanyaan terbuka berbelok ke nasihat. Harapannya lebih cocok disebut sebagai nasihat. Padahal saya hanya berharap apa yang menjadi keluhan dan hal apa yang diharapkan seorang siswa dari seorang guru, khususya guru matematika. Inilah beberapa harapan - banyak diantaranya mengandung nasihat dari siswa terhadap guru - yang menarik perhatian saya.“Matematika itu bagi saya adalah mata pelajaran yang sulit saya mengerti dan juga saya pahami soalnya sangat banyak untuk menghitung. Harapan saya dari guru matematika itu adalah tetaplah semangat dan bergiatlah untuk mengajarkan, menerangkan matematika bagi para siswanya” Samuel.“Seorang guru matematika harus memberi banyak soal kepada siswanya. Dan bisa membaca pikiran anak didiknya. Dan bertanya kepada siswa apa siswa tersebut sudah mengerti atau tidak, kalau belum mengerti coba lebih diperjelas. …” Happy“Menurut saya matematika itu menarik dan menantang karena terkadang mudah dan terkadang sulit. Yang menyebabkan matematika sulit bagi saya karena kurangnya perhatian guru ke siswa. Menurut saya guru yang baik itu dapat mengerti akan kekurangan siswanya. … banyak orang mengatakan bahwa matematika itu menyebalkan dan terkadang saya juga sependapat dengan orang tersebut. Hal ini diakibatkan kurangnya sosialisasi antara guru dan siswa serta relasi timbal-balik antara siswa dan guru. Yang saya harapkan dari seorang guru matematika yaitu guru matematika tersebut harus mengupayakan hubungan sosialisasi yang kuat dengan siswa. … Di samping itu, guru matematika mempunyai motivasi yang kuat untuk memajukan para siswanya serta mempunyai sikap yang baik.” Indry“… yang saya harapkan dari seorang guru matematika itu adalah, seorang guru harus mengerti apa yang ada di pikiran para anak didiknya. Maksudnya, jika seorang guru yang menerangkan guru yang menerangkan pembelajaran atau suatu topic, setelah itu langsung ke soal, akan tetapi anak didik belum mengerti apa sebenarnya yang diterangkan, proses apa yang telah dijalankan, ya harus mengerti dan memerhatikan anak-anaknya, dan memberikan penjelasan yang mudah lebih dipahami.“ Esrina.“…yang saya harapkan guru matematika tersebut perhatian dan baik dalam memberikan penjelasan kepada siswanya, dengan hati yang tulus dan senang, dan juga memberikan mimic yang senyum dan menjelaskan topic pembelajaran yang diterangkan.” Pantur“… yang saya harapakan dari guru matematika adalah gurunya baik dan tidak galak. Cakap dalam menghadapi siswa yang tidak mampu dan juga ramah.” Sunarti“… berpengalaman dan sesekali suka berlelucon.” Martin“… harapan saya terhadap seorang guru matematika guru matematika tersebut sabar dan pintar, baik dan sopan. Guru matematika tersebut tidak terlalu galak. Guru matematika tersebut rajin beribadah.” GantiHarapan siswa lainnya terhadap guru matematika tidak jauh beda dengan yang di atas. Saya rasa tak perlulah saya paparkan semuanya. Hal-hal di atas juga berlaku bagi guru non-matematika. Sebelumnya, jumlah siswa kelas XI IPS ini empat puluh orang Paham Konsep Ideal GuruSaya mendapati bahwa siswa-siswa ini memahami sosok guru ideal. Bersemangat atau antusiasme; menyelami pikiran anak didik; mengerti akan kekurangan siswanya, perhatian; tidak ada tembok pemisah antara guru dan siswa, kedekatan; motivasi yang kuat untuk memajukan para siswanya; hati yang tulus dan senang, dan juga memberikan mimic yang senyum; cakap dalam menghadapi siswa yang tidak mampu dan juga ramah, humoris. Bahkan siswaserupa Indry di atas seolah menangkap secara intuitif gagasan Paulo Freire pendidikan yang membebaskan. Bahwasannya antara guru dan siswa tidak boleh ada dikotomi. Siswa jangan dianggap objek semata semacam wadah yang pasif yang butuh hanya juga mendapati betapa siswa-siswa ini tidak suka dan takut dengan guru yang galak atau terlalu cepat marah. Membenci guru yang mau mempermalukan siswa karena lagi saya tersadar. Guru tidak hanya berperan menyemaikan benih-benih kebaikan kepada siswa, tetapi juga mengutip buah-buah hikmat-arif dari siswa. Para pendidik, mari kita dengarkan anak didik 12/07/12seharusnya diposting di hari yang sama bersama artikel tapi terkendala dalam mengakses internet Lihat Pendidikan Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Dalam pembelajaran di kelas tidak terlepas dari interaksi antara guru dengan siswa. Tentu saja dalam interaksi itu ada tanya jawab antar siswa dengan guru. Seringguru harus mengawali bertanya untuk memancing, agar siswa mau bertanya. Pertanyaan guru sangatlah penting diajukan yaitu salah satunya mengetahui kedalaman pengetahuan siswa sebagai prasarat dari materi yang akan dibahas, memancing siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dan dalam bertanya selama ini masih banyak yang belum mengarahkan ke pertanyaan yang mengarah atau menggiring siswa untuk berpikir yang lebih komplek atau berpikir ke tingkat tinggi. Guru selama ini masih banyak yang bertanya dengan apa, dimana dan lain-lain. Belum banyak guru yang memberikan pertanyaan kepada siswa dengan bertanyaan yang sebenarnya menjadi pantangan guru. Guru diharapkan dalam memberikan pertanyaan mestinya harus pertanyaan yang efektif buat siswa. Adapun pertanyaan yang efektif mempunyai ciri-ciri yaitu a pertanyaan tingkat tinggi tidak hanya sekedar mengingat, yaitu pertanyaan yang jawabannya memerlukan pemikiran siswa yang kompleks, b pertanyaan yang open ended, yaitu pertanyaan yang jawabannya beragam, c memungkinkan jawaban yang bermacam-macam tapi benar, d pertanyaan yang mengandung beberapa kompetensi yang dapat diukur sekaligus, epertanyaan yang bersifat menghargai semua proses dalam menyelesaikan masalah itu, sehingga siswa merasa menghargai dan memaknai semua proses dalam penyelesaiannya. Jadi sangat penting guru dalam memberikan pertanyaan hendaknya pertanyaan yang efektif bagi siswa karena akan membawa siswa menjadi siswa yang kritis, siswa yang kaya akan argumentasi, inovatif, kreatif. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tertutup, pertanyaan yang jawabannya membuat siswa kur atau barengan, karena pertanyaan –pertanyaan yang demikian tidak membuat siswa untuk kreatif, inovatif, dan kritis bagi siswa. Apabila siswa menjawab pertanyaan maka kita tidak atau bertanya maka kita tidak boleh memberikan label yang negatif untuk siswa karena akan memutuskan kreatifitas siswa. Kita tidak boleh menanggapi siswa untuk jawaban atau pertanyaan dengan kata salah, namun berikan kata anda belum betul, atau msudah mendekati atau belum tepat dsb. Dengan demikian maka motivasi siswa untuk bertanya akan selalu ada dan tidak mengalami keputusasaan. Dengan pertanyaan yang efektif dan menghindarkan pertanyaan yang kurang efektif maka perkembangan siswa akan lebih baik, dari segi pemikiran dan komunikasi yang akhirnya akan membentuk sikap siswa yang seperti yang keseharian penulis belum dapat membuat pertanyaan yang efektif bagi siswa, dengan belajar melalui DOL ini akan berusaha untuk merubah diri dalam pembelajarannya. Insya Allah dengan adanya DOL membuat penulis berubah dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran di dalam kelas akan Diklat On Line ini rangkuman dalam diskusi yang dapat penulis simpulkan adalah “ para guru peserta DOL selama bertugas sebagai guru belum melaksanakan atau menggunakan pertanyaan yang bersifat efektif malah kadang-kadang yang dipantang malah yang sering terjadi, dan sikap guru yang menghadapi jawaban siswa kadang belum dapat memotivasi siswa untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan guru."Artikel ini adalah bagian dari tugas Diklat Online P4TK Matematika". By Margiyati, Rabu, 10 September 2014 jam Lihat Pendidikan Selengkapnya
Anita Lie, Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unika Widya Mandala Surabaya Sistem pendidikan di Indonesia sudah memperoleh beberapa capaian, di antaranya pemerataan angka partisipasi sekolah yang terus meningkat di berbagai daerah. Pada 2019 angka partisipasi sekolah meningkat menjadi 99,24% pada jenjang SD, 95,51% pada jenjang SMP, 72,36% pada jenjang SMA/SMK dan 25,21% pada jenjang pendidikan tinggi Namun harapan bagi para guru untuk membebaskan anak-anak bangsa dari kegelapan masih belum sepenuhnya tercapai. Semua pemangku kepentingan, terutama para guru masih harus bekerja keras untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sebagaimana diperlihatkan secara kuantitatif dalam berbagai data asesmen tingkat internasional seperti TIMSS, PISA dan Indeks Pembangunan Manusia. Secara kualitatif dalam pengamatan beberapa pelaku dan pengamat pendidikan, prestasi akademik siswa Indonesia masih jauh di bawah rata-rata. Iklan Pada PISA 2018 yang ditujukan pada anak berusia 15 tahun, Indonesia menempati peringkat 72 pada tes membaca dan matematika, peringkat 70 dalam sains di antara 78 negara. Catatan ini menunjukkan bahwa 40 persen siswa di Indonesia mencapai level 2 atau lebih tinggi dalam bidang sains dibandingkan rata-rata OECD 78 persen. Menurut definisi PISA, pada level 2, siswa bisa menjelaskan fenomena sains dasar dan menilai validitas suatu kesimpulan berdasarkan data yang diberikan. Indonesia sudah berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah dalam dekade terakhir. Namun, masih ada tantangan dalam pembangunan manusia karena perbaikan kualitas manusia sampai dengan saat ini masih memprihatinkan. Selain skor PISA, beberapa studi lain juga menunjukkan kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Studi mengenai kemampuan matematika yang diangkat dalam Kertas Kerja RISE A. Beatty dkk, Nov 2018 mencermati 5 gelombang data dari Indonesian Family Life Survey IFLS mulai 1993 terhadap lebih dari 30 ribu orang di 13 provinsi dan meneliti keterkaitan antara lama sekolah dan capaian belajar. Walaupun Indonesia berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah, namun masih ada kesenjangan serius antara kemampuan matematika peserta didik dengan apa yang seharusnya menjadi capaian belajar sesuai dengan kurikulum. Hanya 11 persen sampel yang telah lulus dari kelas 12 SMA/SMK bisa menjawab soal-soal numerik yang seharusnya diperuntukkan kelas 4. Seperti pembagian 2 digit 56/84, pengurangan pecahan 1/3-1/6, dan desimal 0,76-0,4-0,23. Temuan lain dari studi ini adalah kemungkinan lebih besar anak-anak dengan kemampuan numerik rendah berada di Indonesia Timur, di daerah pedesaan, lebih berumur, dan laki-laki. Rendahnya prestasi siswa sering dikaitkan dengan rendahnya mutu guru karena guru mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Ditengarai kekurangan minat di antara orang muda berkualitas untuk menjadi guru disebabkan salah satunya oleh minimnya jaminan kesejahteraan guru seiring dengan revolusi material dalam era globalisasi Lie, 2004, Priyono, 2005 dan Darmaningtyas, 2005. Namun fenomena rendahnya minat menjadi guru di kalangan orang muda telah berubah setelah 2005. Pada Era Reformasi, salah satu upaya strategis menjadikan profesi guru lebih dihargai dimulai dari Undang-Undang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pemberlakuan undang-indang ini menjanjikan perbaikan kesejahteraan guru melalui pemberian tunjangan profesi bagi guru yang sudah lulus sertifikasi dan telah mendorong banyak orang muda untuk memilih program studi guru. Ada peningkatan besar-besaran pada pendaftaran program-program studi keguruan sejak 2005. Sayangnya, kebijakan yang bertujuan meningkatkan profesionalisme guru ini tidak disertai dengan program menyeluruh untuk reformasi sistemik sehingga belum mencapai tujuan dengan optimal. Banyak Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan LPTK memanfaatkan momentum ini untuk menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya. Tapi tidak cukup serius mengimbangi tindakan pragmatis ini dengan perbaikan proses pendidikan para calon guru. Pemberikan tunjangan sertifikasi tidak diimbangi dengan kinerja guru secara sistematis. Penelitian Bank Dunia terhadap pelaksanaan sertifikasi guru pada 2009, 2011, dan 2012 terhadap 240 SD dan 120 SMP meliputi guru dan 90 ribu siswa menunjukkan bahwa program sertifikasi guru oleh pemerintah belum meningkatkan prestasi guru dan siswa secara signifikan. Sertifikasi guru hanya efektif meningkatkan minat kaum muda memilih pendidikan sebagai calon guru. Menurut Mae Chu Chang, Head of Human Development Sector Indonesia, “Sertifikasi guru yang semestinya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru agar terjadi peningkatan kualitas pendidikan di kelas dan sekolah ternyata tak berjalan seperti yang diharapkan. Prestasi siswa tak meningkat signifikan” Napitupulu, 2012. Program sertifikasi guru yang juga merupakan produk Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada masa itu banyak disorot. Raka Joni 2007 menunjukkan adanya ’cacat ontologik’ dalam konsep kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang diturunkan dari Empat Pilar Belajar UNESCO. Menilai seorang guru dalam 4 kategori sama dengan ’memosisikan keempat kompetensi ortogonal satu sama lain.’ Sebagai ilustrasi, kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan pengembangan peserta didik yang terangkum dalam kompetensi pedagogik akan lepas konteks jika tidak dikaitkan dengan kemampuan penguasaan materi pembelajaran. Demikian juga dengan dua kompetensi yang lain, kompetensi pribadi dan sosial. Tidak pernah jelas bagaimana menilai kompetensi pribadi dan sosial seorang guru. Sementara itu, persoalan konseptual pendidikan profesional guru masih belum terselesaikan, program sertifikasi melalui portofolio sudah langsung dijalankan untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. Sungguh sangat absurd tindakan menggunakan berkas-berkas yang dikumpulkan dalam portofolio untuk menilai kompetensi seorang guru. Ketika guru-guru yang beruntung mendapatkan jatah, meraka berlomba-lomba mengumpulkan portofolio untuk memperoleh sertifikasi demi perolehan tunjangan profesi dan fungsional. Berbagai ekses keikut-sertaan dalam program pendidikan dan pelatihan hanya demi sertifikat, manipulasi berkas, dan kolusi antara pemilik portofolio dan penilai sangat menodai profesi guru dan bahkan melemparkan guru pada titik nadir dalam perjalanan profesinya. Kemudian program sertifikasi guru pun mengalami evolusi dari penilaian portofolio menjadi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru PLPG pada 2011 dan selanjutnya pada 2018 menjadi Pendidikan Profesi Guru PPG Pra-Jabatan dan Dalam Jabatan yang berlangsung sampai sekarang. Sampai dengan akhir 2019, PPG Dalam Jabatan yang diselenggarakan oleh 57 LPTK telah melayani guru di seluruh Indonesia Direktorat Pembelajaran, Kemdikbud dan pada akhir 2020 telah meluluskan guru. Pemerintah tampaknya masih akan melanjutkan program PPG ini dalam beberapa tahun ke depan dan menargetkan penambahan 50 ribu guru profesional baru per tahun. Mengejar target jumlah perlu disertai dengan komitmen perbaikan mutu. Kelanjutan dari kelulusan guru dari PPG perlu dipikirkan dan difasilitasi agar guru bisa merdeka belajar dan menjadi penggerak sepanjang masa profesi mereka melalui program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan PKB. Beiringan dengan perjalanan PPG, Kemdikbudristek juga meluncurkan Program Guru Penggerak sebagai episode ke 5 Program Merdeka Belajar. Kemdikbudristek menargetkan Guru Penggerak di akhir 2024. Sekali lagi, untuk negara sebesar Indonesia dengan populasi termasuk populsi guru yang relatif besar, target jumlah memang tidak bisa diabaikan dan sangat perlu dilakukan. Bisa pula dipahami bahwa dalam banyak konteks, target jumlah seringkali berhadapan dengan tuntutan mutu. Segala upaya berupa kegiatan pelatihan dan program pengembangan profesi guru sudah dan masih harus terus dilaksanakan untuk perbaikan mutu guru. Upaya ini akan bisa efektif jika berangkat dari titik kesadaran guru yang mungkin masih harus berhadapan dengan budaya ketakutan yang selama ini sudah bercokol dalam profesi guru. Mengatasi Budaya Ketakutan Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan perlu karena melalui perubahan, kehidupan tumbuh dan berkembang. Peran pendidikan dalam pembudayaan umat manusia adalah pembebasan peserta didik untuk melakukan perubahan dan pembaruan demi kehidupan. Perubahan masyarakat seharusnya dimulai di sekolah-sekolah karena di tempat inilah pemilik masa depan sedang dipersiapkan. Namun ironisnya, di sekolah peserta didik tidak banyak diberi kesempatan untuk merekonstruksi masa depan. Mereka bahkan diajar nilai-nilai kepatuhan serta belajar menyesuaikan diri dengan sistem, tatanan, norma, aturan, dan nilai yang sudah berlaku di masyarakat. Guru diposisikan sebagai perangkat dalam suatu sistem yang tidak cukup memberikan penghargaan bagi upaya pembaruan dan pembebasan, namun justru sangat menghargai tindakan pengukuhan aturan dan sistem. Pemosisian ini secara sistematis telah menciptakan dan memelihara budaya ketakutan di kalangan guru. Dunia pendidikan telah dibelenggu dan beroperasi dalam budaya ketakutan. Ketakutan guru terjadi secara multidimensional. Ketakutan terhadap sistem dengan segala perangkatnya termasuk penilaian terhadap peserta didik berupa ujian yang diselenggarakan oleh lembaga yang berkuasa, pengakuan atas profesionalitasnya berupa program sertifikasi, penilaian kinerja yang buruk dari kepala sekolah, jaminan atas kesejahteraan dan keberlanjutan karirnya telah menghambat guru untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh. Penghapusan Ujian Nasional sebagai Episode Pertama Merdeka Belajar merupakan tonggak penting untuk memutus rantai ketakutan di antara para pemangku kepentingan bidang pendidikan. Pada saat artikel ini ditulis, Asesmen Nasional yang dirancang untuk pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional baru dilaksanakan satu kali pada September-Oktober 2021. Dampak penghapusan Ujian Nasional dan pemberlakuan Asesmen Nasional terhadap perbaikan mutu peserta didik masih perlu dikaji berdasarkan data-data perolehan. Lebih jauh lagi, keterbelengguan dalam sistem dan ketakutan terhadap kemiskinan juga membatasi guru untuk terus menggali, menjelajahi, dan menemukan nilai-nilai kebenaran dalam bidang ilmu yang diam. Secara lebih mendalam, ketakutan terhadap peserta didik dan dirinya sendiri telah membentengi guru dari panggilan untuk menyapa peserta didik dan membebaskan mereka untuk menemukan diri sendiri. Bahkan, sebagian guru memanfaatkan dan menggunakan ketakutan dalam diri peserta didik untuk mengendalikan proses belajar mengajar. Peserta didik takut terhadap ulangan dan ujian, takut terhadap hukuman, takut menjadi bahan cemooh teman-teman sekelas, dan takut tidak naik kelas. Ketakutan peserta didik inilah yang dijadikan sumber energi penegakan kekuasaan guru di kelas. Ketakutan peserta didik selanjutnya bergabung dengan ketakutan dari dalam guru sendiri untuk membuka hatinya sendiri dan menyapa hati peserta didiknya. Ketakutan para guru terhadap peserta didik telah mengenakan topeng apatisme terhadap perubahan dan sinisme terhadap kondisi peserta didik mutu input yang terus merosot dari tahun ke tahun, motivasi belajar yang rendah, latar belakang keluarga yang tidak mendukung, dsb. Ketakutan-ketakutan ini telah memisahkan guru dari peserta didik. Ketakutan adalah manusiawi dan jarak antara guru dan peserta didik akan selalu ada. Namun, betapapun lebar jarak tersebut, guru seharusnya berkomitmen untuk membangun jembatan dengan peserta didik bukan hanya karena peserta didik membutuhkan guru untuk membimbingnya dalam perjalanan menjadi manusia dewasa tapi juga karena guru membutuhkan pandangan dan enerji dari peserta didik untuk terus memperbaharui kehidupannya sendiri. Ikuti tulisan menarik Anita Lie lainnya di sini.
harapan siswa untuk guru